Profil Dan Nasehat
Ibunda Hj. Arini Ulfah Hidayatin, M.Pd,
Sosok Pejuang di Balik Figur Sang Kyai
Dibalik orang besar ada seorang wanita yang mendampingi dan melengkapi sehingga tercipta kehidupan yang bermakna bagi sesama, terlebih mampu menciptakan kader agama penerus risalah Rasulullah SAW. Begitu pula dengan kehidupan ibu Hj. Arini Ulfah Hidayatin, M.Pd yang turut mengukir kebermaknaan seorang KH. Drs. Imam Bajuri, M.Pd.I, kyai Pondok Pesantren Al Iman Putri.
Ustadzah Arini Ulfah Hidayatin adalah sosok yang tidak asing kita dengar di ranah perjuangan Pondok Pesantren Al Iman. Beliau adalah putri sulung pasangan ust. KH Mahfudz Hakiem dan ibu Hj. Siti Qomariyah, perintis berdirinya Pondok Pesantren Al Iman.
Sosok wanita dinamis yang akrab dengan sapaan hangat “Ibu Arin”, memang sudah sejak dini dididik dalam lingkungan perjuangan. Tak ayal jika beliau tumbuh dengan mental pejuang. Sejak usia dini, anak pendiri Al Iman ini dihabitasi dengan kehidupan islami oleh kedua orang tuanya, Ust KH Mahfudz Hakiem, salah satu tokoh yang memprakarsai berdirinya beberapa Lembaga Pendidikan Agama di kabupaten Ponorogo, di antaranya MTs Al Islam yang saat ini juga telah berkembang menjadi pondok pesantren.
Bu Arin memulai prasekolah di TK Muslimat 1 Gandu, MI Maarif Gandu, Mts Al Islam Joresan, Ponorogo. Yang istimewa dari Pendidikan menengahnya adalah belajar di dua lembaga sekaligus, yaitu MA Al Islam dan SMA Muhammadiyah Jetis yang lulus pada tahun yang sama, yaitu tahun 1984. Walaupun cukup berat, mendapatkan beragam ilmu baik agama ala KMI Gontor (MA Al Islam) dan ilmu umum ala Depdikbud -istilah Kemendikbud saat itu- (SMA Muhammadiyah) adalah satu kebahagiaan tersendiri. Untuk pendidikan tinggi, Bu Arin memilih IAIN Malang dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika, lulus tahun 1990. Setelah menyelesaikan seluruh tugas akademiknya di IAIN Malang, sambil menunggu wisuda, tahun 1989, Allah mempertemukan dengan pendamping hidupnya, KH. Imam Bajuri M.Pd.I, murid sang bapak, KH. Mahfudz Hakiem. Dari titik ini, perjuangan mendirikan Al Iman tercinta mulai bergeliat. Selain mengajar di beberapa lembaga pendidikan, perempuan yang lahir 14 Juni 1965 ini mulai turut mempersiapkan pendirian pondok pesantren Al Iman, di antaranya penataan manajemen pengelolaan, misi penggalangan santri, dan pendekatan pada masyarakat. Wanita berpenampilan sederhana ini termasuk tokoh yang memiliki andil besar dalam tonggak awal berdirinya pondok pesantren Al Iman.
Ibu Arin adalah sosok yang memprakarsai dan mengusahakan legalitas lembaga Tsanawiyah dan Aliyah formal di pondok pesantren Al Iman. Hingga pada akhirnya perjuangan beliau untuk legalisasi ini terealisasi pada tahun ketiga setelah berdirinya pondok pesantren Al Iman. Proses legalisasi ini bukanlah suatu hal yang mudah dirasa ketika itu. Hambatan dan cobaan tak sedikit menghantam bahkan sesekali melemahkan tekad yang pernah membuncah. Pernah suatu saat, ketika tanah Sukorejo mulai tersentuh oleh Al Iman, pemboikotan terhadap sekolah formal rintisan ini menjadi sandungan tajam. Beberapa lembaga pendidikan yang enggan bersaing dengan Al Iman meminta Kemenag dan Pondok Modern Gontor untuk tidak mendukung pendirian Al Iman Putra yang berlokasi di Bangunrejo, Sukorejo sebagai pengembangan dari Al Iman yang didirikan di Gandu, Mlarak. Namun dengan izin Allah SWT. “Semua dipermudah, Allah pasti akan tunjukkan baik jika sejatinya baik, pedoman kami, Allah akan membantu dan mempermudah jika kita membantu urusan Allah. ” tandas Beliau.
Berbicara tentang visi kehidupan pribadi beliau, beliau mengawalinya dengan “tidak ada proses yang mudah di dunia ini, semua penuh dengan tantangan. Namun tekad dan usaha kita menjadi teman kita dalam menjalani proses itu. ” Mengawali perjalanan rumah tangganya dengan penuh kesederhanaan dan perjuangan. Tiada harta yang melimpah, tiada rumah yang megah. “Semua kami awali dari titik 0”. Imbuh penghobi menjahit dan memasak ini. Usut punya usut, proses perbaikan itu berasal dari keterampilan yang beliau dan suami miliki. Siapa yang tidak tahu bahwa Bu Nyai yang satu ini telah lihai memainkan mesin jahit semenjak usia anak-anak. Seragam sekolah adik-adik beliau bahkan kebaya untuk sang ibu tercinta terajut dari tangan beliau.
Beberapa tahun pertama berdirinya Al Iman beliaulah yang menjahit sendiri seragam dan jas pengurus dengan tangan dinginnya. Selain itu sang suami, Ustadz Drs. KH Imam Bajuri, M.Pd.I juga memiliki kelebihan yang sama dalam bidang keterampilan. Pria dengan semangat yang selalu prima ini memiliki hobi yang kemudian ditekuni sebagai keterampilan yang berorientasi pada kasburizqi yaitu beternak ikan. Dari kolam pertama ke kolam kedua dan seterusnya, beliau mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk bekal perjuangan. Dari hasil keduanya, beliau berhasil membeli satu unit motor merk “Alpha” yang masih difungsikan hingga saat ini. “Motor itu bukan hanya sekedar kendaraan bagi kami, tapi saksi perjuangan kami.” Kenang ibu yang sangat perhatian pada santri ini. Proses jatuh bangun Al Iman telah beliau regup selama bertahun-tahun. Hingga saat ini, Al Iman yang telah banyak mengalami metamorfosa, dengan segala gangguan dan cobaan, beliaulah seorang penopang sekaligus sandaran untuk seorang pahlawan bernama ustadz Drs. KH Imam Bajuri, M.Pd.I, bahkan untuk urusan pembangunan, barangkali wanita mandiri ini lebih paham dari pada sang pahlawan. Jika kita mengingat satu kata bijak “Wanita tangguh dibalik pahlawan itu bernama istri.” Dialah pahlawan dibalik pahlawan. Ungkapan ini mungkin cocok tersemat untuk beliau yang lebih dari tiga windu mengabdikan diri menemani perjuangan suci ini demi mendidik generasi siap juang fiddaroini, yang menjadi bintang di daerah masing-masing. Allahuma Amin.
“BONDO, BAHU, PIKIR LEK PERLU SAK NYAWANE PISAN”