Pendiri Pondok Pesantren Al-Iman

Almaghfurlahu. KH. MAHFUDZ HAKIEM

 “Dalam Pandangan Masyarakat, Kerabat, Dan Keluarga”

            Siapa tak kenal sosok luar biasa ini, seluruh alumni pondok pesantren Al-Iman dan lembaga pendidikan yang pernah dipimpin dan dibinanya senantiasa menyimpan kenangan tersendiri terhadap al-maghfurlahu. Tokoh Mahaguru, pendidik, sekaligus pimpinan yang adil, bijaksana, dan selalu mengajarkan nilai-nilai perjuangan dengan penuh kesabaran dan kelembutan..

            Bapak, demikianlah panggilan para santri kepada Kyai Mahfudz Hakiem, saat beliau  memimpin pondok Al-Iman diawal perjalanannya. Wibawa, sahaja, serta kesederhanaan tak pernah lekang dalam ingatan orang-orang yang pernah hidup sezaman dengan beliau. Tak hanya dikalangan  keluarga serta para murid dan santrinya  tapi juga kerabat serta teman sejawat yang pernah mengisi hari-hari mereka bersama KH. Mahfudz Hakiem tak bisa menghapus rekaman sisi hidupnya.

Kesan yang mendalam dan pandangan yang tajam kepada salah seorang santri senior Trimurti dan  guru terbaik yang pernah dimiliki Pondok Modern Darussalam Gontor ini akan ditampilkan dalam website ini. Berikut ini liputan mengenai kesan dan pandangan para tokoh masyarakat, kerabat, serta teman sejawat kepada guru sejati dari Al-Iman ini :

  1. KH Imam Subakir Ahmad, Purek I ISID Gontor : Mahfudz Hakiem Tokoh Pendidikan di Sekolah dan Masyarakat”,

“Pak Mahfudz Hakiem itu adik kelas saya, kalau tidak keliru saya lulus Gontor tahun 1956, sedang pak Mahfudz lulus tahun 1957. Begitu lulus pak Mahfudz diminta oleh KH. Imam Zarkasyi untuk mengabdi di pondok Modern Darussalam Gontor, adapun saya setelah mengabdi satu tahun diutus kiyai Zarkasyi untuk meneruskan belajar di Mesir, sampai kira-kira sepuluh tahun lamanya”.

Ustadz Mahfudz Hakiem itu mempunyai banyak kelebihan, terutama tulisan tangannya  yang baik dan rapi, terlebih goresan Khat Arabnya. Sehingga beliau selalu mendapat tugas dalam kepanitiaan ujian untuk menulis soal-soal ujian, menulis raport, maupun menulis ijazah KMI. Bahkan dulu KH. Imam Zarkasyi pernah menyuruh beliau bersama ustadz Abdul Aziz dari Jintap untuk menulis buku-buku karya beliau yang bertulisan Arab, seperti  Durusullughoh, Tamrinaat, dan Amtsilatul Jumal.

Menurut pandangan saya, beliau adalah benar-benar tokoh pendidik di sekolah maupun di masyarakat. Di lingkungan sekolah, beliau banyak mengajar dan memimpin lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti : Madrasah Ibtidaiyah Manarul Huda Gandu Mlarak, Tarbiyatul Ahdatsil Muslimin Josari Jetis, Madrasah Ibtidaiyah Bustanul Ulum Tegalsari Jetis, Pendidikan Guru Agama Ronggowarsito Karanggebang Jetis, Mts-MA Al-Islam dan lain-lain. Di Gontor, beliau mengajar semenjak masih duduk di kelas IV KMI Gontor sampai akhir hayatnya, bahkan semboyan beliau diabadikan di Gontor, yaitu : “saya tidak akan berhenti mengajar sebelum mati”. Di Gontor beliau dikenal sebagai guru teladan yang selalu beri’dad dan sangat berdisiplin (tidak pernah mengosongkan kelas).

Adapun sebagai tokoh pendidikan di masyarakat, karena beliau selalu hadir dalam undangan-undangan di masyarakat dan memberikan ceramah-ceramah di walimatul ursy, walimatul aqiqoh, dan lain-lain. Beliau juga banyak mendirikan majlis-majlis ta’lim di mushola, langgar dan masjid-masjid.

  1. Dr. H. Muh. Khusnu Arridlo, M.Pd. Kepala STAIN Jember : KH. Mahfudz Hakiem The Real Teacher (Guru Sejati)

Hampir semua keluarga saya murid KH. Mahfudz Hakiem, dimulai ayah saya (H. Abdul Rohman) adalah murid beliau di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor, kemudian ibu saya (Hj. Mahmudah Hilal), juga murid beliau di Madrasah Ibtidaiyah Bustanul Ulum Tegalsari, dan saya beserta ketiga adik saya (Drs. Muh. Khanif Anwari, M.Ag., Muh. Khazim Anshori, M.Pd., dan Muh. Khamdan Rifa’I, MA.) Seluruhnya diwajibkan oleh ayah saya untuk berguru kepada Al-Maghfurlahu di Madrasah Tsanawiyah-Aliyah Al-Islam  Joresan Mlarak.

Bagi saya beliau adalah the real teacher atau guru sejati. Guru yang tidak plinplan, guru yang konsisten, istiqomah, disiplin, tekun, sabar, sederhana, dan tawadhu’, yang tidak mudah tergoda oleh siapapun dan apapun. Bagi beliau bukan suatu kebanggaan karena dipuji dan tidak lupuk lantaran dicaci. Yang paling saya rasakan dari nasehat beliau adalah “jangan demam hidup”. Artinya, jalanilah amanat hidup ini dengan sepenuh hati, hanya semata-mata karena ibadah dan mencari ridho Allah SWT semata. Bukan karena yang lain. Jangan gampang menyerah karena cercaan dan goncangan orang lain, jangan pula gampang lupa daratan karena sanjungan orang lain, dipuji dan dicaci sama saja.

Bagi beliau guru bukan sekedar tugas/amanah akan tetapi kebutuhan dan bagian dari hidupnya. Tiada hari tanpa mendidik dan mengajar. Tiada waktu yang terbuang kecuali untuk mengajar. Beliau mampu meraih nikmatnya mengajar (halawatu –t-ta’lim) apabila beliau dapat menanamkan nilai hidup buat murid-muridnya yang harus diteruskan dan diwarisi, dan itulah yang membekas di hati saya.

Lain daripada itu, ustadz KH. Mahfudz Hakiem terkenal dengan tulisan Khat Arab-nya yang indah, berarti beliau cinta dengan estetika, beliau mendidik dan mencontohkan kepada murid-muridnya sesuatu yang indah dan rapi. Rapi dalam berpakaian, rapi dalam menata ruangan, dan selalu menyuruh untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Contoh : dalam menumpuk bangku, beliau tidak berkenan kakinya diatas, ditumpuk seberapapun kaki tetap dibawah. Kata beliau, “Allah itu indah dan menyukai keindahan”

  1. Abdul Rohman, Imam masjid Tegalsari Jetis Ponorogo : KH. Mahfudz Hakiem Guru Yang Suka Menolong”

“Saya secara pribadi mengerti betul tentang kepribadian ustadz KH. Mahfudz Hakiem, karena beliau adalah guru saya di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor. Semenjak saya kelas satu sampai saya lulus tahun 1963 beliau tetap mengajar di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor. Saya sangat antusias kepada beliau karena beliau bukan sekedar mengajar (menyampaikan ilmu) akan tetapi beliau lebih banyak mendidik dan memberi tauladan buat murid-muridnya. Dan yang paling berkesan dihati saya adalah ustadz KH. Mahfudz Hakiem adalah guru yang suka menolong terutama dalam hal kependidikan. Beliau juga pernah mengajar ngaji dirumah saya Tegalsari sini. Beliau mengajar dengan sepenuh hati, ikhlas dari hati nurani yang paling dalam”.

“Dalam mengajar beliau sangat disiplin. Beliau tidak pernah mengosongkan kelas. Kalau toh terpaksa, beliau pasti memberi tugas, seperti : menulis mufrodat atau menjawab latihan-latihan serta menugaskan salah satu ustadz lainnya untuk menunggui kelas yang ditinggalkannya. Karena itulah semua anak laki-laki saya, saya wajibkan menjadi murid beliau di Madrasah Tsanawiyah-Aliyah Al-Islam Mlarak Ponorogo”.