IBUNDA HJ. SITI QOMARIYAH MAHFUDZ HAKIEM

“Mujahidah Pendamping Setia Sang Kyai’’

Uty, begitulah beliau disapa oleh anak, menantu dan cucunya. Sosok mujahidah yang pantas untuk dijadikan suri tauladan. Perjuangannya menyebarkan dakwah islam melalui berbagai keorganisasian kegiatan kemasyarakatan sudah tidak perlu diragukan lagi. Semua itu dilakukan semata-mata ingin ikut meneruskan semangat ulama-ulama dahulu dalam menyebarkan dakwah islam. Terlebih ayahanda beliau KH.Makmun ,seorang tokoh kenamaan Ponorogo yang berasal dari Slahung adalah seorang kiai yang sangat disegani dikala itu. Sampai-sampai dimasukkan dalam daftar hitam PKI pimpinan Muso kala itu untuk dianiaya dan dibunuh. Dan sekarang, dengan dibantu oleh seluruh anak dan menantunya, Hj.Siti Qomariyah masih tetap berjuang dalam menyebarkan dakwah islam melalui lembaga pendidikan Pondok Pesantren Al- Iman Putra dan Putri yang dirintis dan didirikan oleh suami beliau, KH.Mahfudz Hakiem.

Bernama lengkap Siti Qomariyah, beliau dilahirkan pada tanggal 6 Februari 1948 dari pasangan KH. Makmun dan Hj. Surami Alimah. Beliau lahir sebagai anak ke-2 dari tiga bersaudara (adik beliau meninggal diusia belia) sedangkan 4 saudara lainnya berbeda ibu. Semenjak kecil, Nyai Qomariyah sudah dididik dan diajarkan agama islam langsung oleh ayahandanya. Maka tidak heran jika beliau sangat taat beragama dan patuh kepada orang tuanya. Pendidikan dasarnya dimulai di Sekolah  Rakyat Negeri(SRN) Slahung, Ponorogo. Selepas dari SRN tahun 1960, Nyai Qomariyah melanjutkan pendidikannya ke Mu’allimat Ma’arif Ponorogo. Ketika sudah dua tahun berjalan,beliau di jodohkan oleh orang tuanya dengan seorang pemuda yang taat dan terpelajar yang juga merupakan ustadz Pondok Modern Darussalam Gontor. Pemuda tersebut tidak lain adalah Mahfudz Hakim.

Dengan berbekal keyakinan dan ketaatannya kepada orang tua, akhirnya pada tanggal 15 Oktober  1962, resmilah Nyai Qomariyah menjadi istri Mahfudz Hakim. Walaupun sudah berstatus istri dari seorang ustadz Gontor, Nyai Qomariyah tetap melanjutkan pendidikannya. Dan pada tahun 1964, Nyai Qomariyah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Mu’allimat Ma’arif Ponorogo. Pada tahun yang sama, dimulailah perjuangan Nyai Qomariyah untuk membantu suaminya dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Hal itu dikarenakan, Mahfudz Hakim hanyalah seorang guru Pondok Gontor yang kala itu belum mempunyai pendapatan yang memadai. Namun hal itu tidaklah menyurutkan Qomariyah dalam berjuang. Karena beliau dan suaminya yakin bahwa, pondok bukan lahan penghasilan melainkan lahan amal dan berjuang. Oleh karena itu, Qomariyah pun berusaha berdagang beras dan hasil bumi lainnya dari pasar satu ke pasar lainnya.

Suka dan duka dalam berjuang fi sabilillah (di jalan Allah) melalui pendidikan sangat dirasakan oleh Qomariyah dan suaminya. Terlebih pada tahun 1962, Mahfudz Hakim bersama pengurus NU kecamatan Mlarak mendirikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Islam di desa Joresan sebelah Timur Pondok Gontor. Setahun kemudian, sang suami diberikan kepercayaan untuk memimpin madrasah tersebut. Selama kurang lebih 21 tahun, Al- Islam berada di bawah kepemimpinan Mahfudz Hakim, banyak kemajuan-kemajuan yang ada. Bahkan beberapa alumninya ada yang melanjutkan pendidikannya ke Luar Negeri. Dan itu semua tidak lepas dari peran serta Nyai Qomariyah yang dengan setia selalu mendampingi, memotivasi, mendukung, dan membantu perjuangan suaminya. Selepas dari Ibadah Haji tahun 1986, tercetuslah niat Mahfudz Hakim untuk mendirikan Pondok Pesantren yang ia rintis sendiri. Beliau ingin sekali mempunyai lembaga pendidikan sendiri sehingga dengan leluasa terus mencetak kader-kader Islam li’ilai kalimatillah sampai akhir hayat. Dan akhirnya dengan dibantu dan didukung penuh oleh istri beliau, yang tidak lain adalah Nyai  Qomariyah, mantaplah niat untuk memulai pondok pesantren yang dimulai dari nol.

Dalam kemantapan niat tersebut, sebenarnya terbesit keraguan-keraguan dalam diri Nyai  Qomariyah. Keraguan-keraguan tersebut bukan terletak pada berat perjuangannya, tapi apa yang beliau miliki. Nyai Qomariyah sadar bahwa untuk mendirikan pondok perlu modal besar, keberanian tinggi, harta yang cukup dan memadai. Sementara itu semua anak-anaknya masih menempuh pendidikan.  Ibu Arini Ulfah Hidayatin masih kuliah di IAIN Ampel Surabaya, Ibu Usnida Mubarokah sedang menempuh S1 nya di IKPI Malang, almarhumah Ibu Ratna Dairaturrohmah masih pelajar Madrasah Aliyah Al- Islam Joresan  dan yang terakhir Ibu Saiyyah Umma Taqwa  masih belajar di Madrasah Tsanawiyah Al-Islam Joresan. Sehingga tentu saja masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk sekolah dan kuliah. Dalam keraguan-keraguan tersebut, Nyai Qomariyah yakin bahwa perjuangan membela agama Allah, maka Allah sendirilah yang akan membantu dan menyempurnakannya. Apalagi dengan prinsip dan keyakinan yang selalu beliau tanamkan di dalam diri beliau, bahwa

ان تنصروا االله ينصركم ويثبت اقدامكم

…Jikalau kamu menolong Allah, maka Ia akan menolongmu dan menguatkan pendirianmu’’ (Surat Muhammad ; 9)

Akhirnya Nyai Qomariyah mantap dengan keyakinannya tersebut dan dengan berbekal semangat bahwa hidup sederhana bukan berarti miskin, maka beliau siap juang, siap melarat, siap kehilangan dan siap menghadapi segala kemungkinan. Wani kangelan lan wani kelangan. Setelah segala persiapan telah matang, resmilah pada hari Rabu tanggal 17 Juli 1991 Al-Iman Putra dan Putri dibuka di Bajang Gandu dengan jumlah santri ketika itu sejumlah 45 santri putra dan putri.

Perjalanan Al-Iman dibawah asuhan KH.Mahfudz Hakim dan Hj.Siti Qomariyah, bukan berjalan mulus begitu saja. Cobaan demi cobaan datang silih berganti dari mulai yang ringan sampai yang sangat berat dirasakan, berbentuk fisik maupun berbentuk psikis. Datang dari alam fisik maupun dari metafisika, terutama masa-masa awal pondok Al-Iman berdiri. Dan Alhamdulillah, berkat kesabaran dan ketawakalan pengasuhnya, terutama KH.Mahfudz Hakim dan Ibu serta anak-anaknya, Allah menurunkan rahmat dan bantuan-Nya sehingga beliau semua diberikan kekuatan dan pertolongan.

            Nyai Qomariyah memang seorang yang betu-betul  kuat dan ulet. Segala urusan keuangan pondok ketika awal-awal berdiri dipegang penuh olehnya. Dengan dana yang terbatas, Nyai Qomariyah mampu mengkoordinir segala kebutuhan pondok dan para santrinya. Perjuangan Qomariyah sangat penting artinya bagi terwujudnya Pondok Pesantren Al-Iman. Kesabaran, keuletan, dan kesetiaannya itu semakin jelas terlihat ketika beliau mampu melalui masa-masa sulit dimana suaminya memiliki penyakit yang menyebabkannya sering keluar masuk keluar rumah sakit.

Nyai Qomariyah selalu setia mendampingi suaminya dalam suka maupun duka. Menurut sebagian tokoh Ponorogo, Nyai Qomariyah adalah seorang ibu yang sukses dalam mendidik anak-anaknya. Tidak hanya dari sisi pendidikan yang keempat putrinya mampu menempuh pendidikan sampai S2, tapi juga dari kepribadian mereka yang sopan, patuh dan taat kepada agama dan orangtua, dan juga semangat juang yang mereka miliki untuk terus mengajar demi menegakkan kalimat Allah dan menyebarkan dakwah Islam sama persis dengan yang Nyai Qomariyah miliki. Keempat putrinya dan juga para menantunya yang tiga dari alumni Gontor dan satu dari alumni Al Iman sendiri, semuanya menjadi penolong-penolong Nyai Qomariyah di dalam menyebarkan dakwah islam melalui pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Al Iman.

            Maka tidaklah heran, jikalau pada tahun 2002, Nyai Qomariyah dinobatkan sebagai IBU TELADAN versi partai keadilan (PKS sekarang), walaupun sebelumnya Nyai Qomariyah sempat ragu. Nanti jangan-jangan Pondok Al Iman dicap bertendensi pada partai tersebut. Karena partai tersebut tidak meuntut konsekuensi  apapun, beliaupun bersedia menerima gelar itu. Karena yang terpenting bagi beliau, Pondok Al Iman tetap berdiri di atas dan untuk semua golongan. Tidak memihak pada satu partai tertentu.

            Tahun 2004 merupakan tahun duka bagi keluarga Pondok Pesantren Al Iman, khusunya Nyai Qomariyah. Setelah kurang lebih 40 hari mendampingi Bapak, sapaan untuk KH. Mahfudz Hakiem yang saat itu sedang dirawat di RS Surabaya. Hari Ahad, 29 Februari 2004, KH.Mahfudz Hakiem menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. Duka menyelimuti seluruh keluarga besar Al Iman beserta alumni, masyarakat, dan keluarga yang menyayanginya. Dan terlebih bagi Nyai Qomariyah, ini adalah cobaan terbesar bagi dirinya selama kurang lebih 13 tahun mendampingi almaghfurlahu dalam mengasuh dan memimpin Pondok Al Iman. Dengan dilanda kesedihan yang luar biasa, Nyai Qomariyah mampu menenangkan dirinya dengan kesabarannya, Nyai Qomariyah ikhlas merelakan sang Kyai pergi ke Rahmatullah. Dan dengan tegar beliau berkata dalm hati “ saya harus meneruskan perjuangan Bapak, harus beramal lebih banyak lagi dan lebih baik lagi “.

            Setelah 8 tahun kepergian sang suami tercinta KH. Mahfudz Hakiem, Nyai Qomariyah tetap aktif menjalankan dakwah islam melalui Pondok Pesantren Al Iman, yang saat ini dipimpin oleh putra menantunya yaitu KH. Imam Bajuri, M.Pd.I (Al Iman Putri) dan KH. Achmad Zawawi (Al Iman Putra). Juga membina beberapa Majelis Ta’lim, Tarbiatul Athfal, PM Al Iman Wonogiri, Jamaah Haji Ar Rahmah Wonogiri, PKK Mlarak, dan Muslimat NU. Semoga dengan menginjak umurnya yang ke 65 tahun, beliau selalu diberi kesehatan, kesabaran, dan kekuatan lahir bathin untuk terus berjuang menyebarkan dakwah islam, terutama melalui Pondok Pesantren Al Iman Ponorogo. Amin Ya Mujiba Sailin. Seiring goresan sejarah Ibu Nyai Hj. Siti Qomariyah ini, beliau menitipkan kepada pembaca beberapa pesan-pesannya baik, terkhusus bagi para santri-santriwatinya yang baik masih di dalam pondok atau yang sudah meninggalkannya (alumni). Berikut petikan pesan beliau :

Nasihat Untuk Segenap Santri Al Iman

            “Wahai anak-anakku…..,Ibunda selalu mengharap supaya anak-anakku semua memiliki kekuatan untuk selalu berusaha dan bersungguh-sungguh dalam mencapai cita-cita dan harapan yang kalian maui. Peganglah cita-cita itu yang tinggi, karena tidak mungkin cita- cita itu terwujud tanpa adanya kesungguhan, pengorbanan yang kuat dan keras. Kalau orang lain bias, kita harus berusaha untuk bisa.

            Perbanyaklah shalat malam, khususnya sepertiga malam, di antara dua adzan, shalat malam pada sujud terakhir, ba’da shalat fardhu dan termasuk do’a yang mustajab pada Hari Jum’at sebelum terbenam matahari, perbanyaklah shodaqoh, shalat jamaa’ah di masjid, senang mencari ilmu, dan senang bergaul dengan orang yang sholeh.   

            “Anak-anakku ….., setelah nanti  kalian terjun di masyarakat harus mampu menyelesaikan masalahmu sendiri dan jangan malah membuat masalah. Harus pandai membawa diri dan mengatur dirimu sendiri. Ingatlah selalu prinsip hidup yang mengalir deras di diri ibunda, “ Jikalau kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan menguatkan pendirianmu”, Hidup sekali hiduplah yang berarti, Hidup sederhana bukan berarti miskin! Bismillah ibunda siap juang, siap melarat, siap menghadapi segala kemungkinan”.  Ibunda percaya bahwa tidak akan kelaparan dikala kita membantu pondok kapanpun dan di manapun. Dalam berjuang dibutuhkan pengorbanan, karena berjuang tanpa pengorbanan adalah kosong. Anak-anakku hidup itu susah. Maka dari itu kita harus sabar, ikhlas, mau bekerja, dan harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin sehingga kepentingan akhirat lebih diutamakan namun tidak lupa akan kepentingan dunia.

Nasihat Untuk Para Dewan Guru Dan Alumni

            “Para Ustadz dan Ustadzah, dewan guru Pondok Pesantren Al Iman Putra dan Putri serta Alumni yang ibu cintai, “Pondok itu tidak bisa berkembang kalau tidak ada kemauan, semoga segenap ustadz, ustadzah, dan alumni bisa meniru apa yang saya katakan tadi disertai dengan disiplin yang kuat, tegas, dan tegel. “Anak-anakku, tegele itu artinya bijaksana dan berani mengambil sikap demi menegakkan kedisiplinan. Seorang pemimpin haruslah berani dicaci, dimaki, difitnah dan lain-lainnya”.

            Dikala kita mendapatkan sebuah cacian dan makian maka seyogyanya kita harus selalu rendah hati, harus selalu bersabar, bikajsana, tabah, dan kuat, karena dari situlah kita menginstropeksi diri kita atas segala kekurangan yang kita miliki dan selalu berusaha untuk memperbaiki dan menutupi segala kekurangan yang ada. Kita ini semua adalah milik Allah SWT, maka marilah kita perkuat iman kita karena kepada Allahlah kita mengadu, menumpahkan segala keluh kesah kita.

            Barang siapa yang lenih dekat dengan Allah maka itu menunjukkan kedewasaan seorang hamba. Perbanyaklah do’a kepada Allah SWT setiap saat, setiap waktu, karena Allah SWT Yang Maha Pengasih kepada semua hamba-Nya yang selalu memohon dan meminta rahmat dan kasih sayang-Nya. Jangan lupa perbanyak shalat sunnah, membaca Al qu’an, dan perlu ustadz maupun ustadzah ketahui bahwasanya “orang yang jauh dari Qiyamulail sudah pasti energinya lemah dan hina di mata Allah sedangkan orang yang menegakkan Qiyamulail sudah orang itu terpuji, kuat, otomatis bertambah energinya”. Karena kita sebagai manusia setengah dewasa yang pastinya memiliki banyak harapan, tujuan dan asa, itu semuanya tak lain dan tak bukan kecuali hanya dari ridho Allah SWT semata. Lakukanlah pekerjaan setiap hati minimal 16 macam. Dan hitunglah apa yang sudah dan yang belum kita lakukan. Insya Allah dengan hal ini, maka ank-ankku sekalian akan terhindar menggunjing dan membicarakan orang lain. Dan jiaklau sudah bisa istiqomah, syukur bisa meningkat menjadi 35 macam.

            Ustadz dan Ustadzah, ingatlah, bahwa kalian adalah anshor pondok dan Insya Allah Anshorullah juga. Hidup dan matinya pondok ada di tangan kalian, untuk itu di dalam jiwa dan diri antum semuanya haruslah tertanam jiwa keikhlasan. Karena inilah kunci kita untuk meraih sebuah kesuksesan. Jangan takut! Karena Allah akan selalu memberikan jalan kepada kita semuanya.

و من يتق الله يجعله مخر جا ويرز قه من حيث لا يحتسب

            Kalau kita yakin seyakin-yakinnya maka hidup ini tidaklah berat. Hidup kita selalu ringan karena setiap detik dan waktu, kita selalu bersyukur dan mengingat Allah SWT. Kepada seluruh Alumni Al Iman ibu berharap, berikanlah bukti baktimu untuk pondok ini dengan memberikan sebuah pengabdian yang ikhlas dan jiwa juang yang tinggi di manapun kamu berada. Karena bagaimanapun juga aklian adalah wajah pondok di masyarakat. Mohon para alumni untuk selalu berbenah diri dan menata hati untuk mengabdikan sepenuh jiwa yang kalian miliki kepada masyarakat kalian. Karena masyarakat tentulah membutuhkan kalian.

Da terakhir, ibunda berdo’a dan berharap, semoga antar ustadz dan ustadzah dapat menyatu dengan rukun, bahu membahu dalam berjuang demi pondok ini. Karena perjuangan ini sungguh sangatlah berat, sehingga persatuan yang kuat Insya Allah akan mewujudkan keberhasilan yang sangat besar bagi Pondok Al Iman tercinta ini. SELAMAT BERJUANG, BERFIKIR DAN BEKERJA.